Menelusuri dinginnya kota. Menuju Stasiun Doksan. Satu kilo rasanya tidak terlalu jauh. Dulu waktu SMP, aku biasa berjalan 4 kilo sehari dari dan menuju sekolah. Disini, orang lain juga banyak yang berjalan kaki. Malah banyak yang pakai dasi dan jas pula. Beruntung, tempat umum ada huruf latinnya. Bertanya pada penduduk sering percuma. Sedikit yang mau berbahasa Inggris. Entah karena tidak bisa, atau karena malas berbahasa inggris.
Itu dia stasiun Doksan. Beli tiket 1000 won, sudah bisa kemana saja. Untuk sekali jalan tentunya. Melihat ke peta. Sembilan stasiun selepas ini adalah stasiun Seoul City . Tempatku turun. Maksud hati hari ini hendak melihat Museum Perang Sipil. Berdiri menunggu. Sekaligus bertanya kereta mana yang harus kunaiki. Sebuah kereta peluru lewat ke arah yang lain. Lewat saja tidak berhenti. Itu kereta tujuan Busan. Melaju cepat seperti peluru. Kagum bercampur bengonglah, si sijunjung bersuku kampai ini. Pertama kali ia melihat kereta secepat ini.
Lima menit, kereta yang kutunggu tiba. Segera naik. Mulai menghitung stasiun biar nanti tak terlewat. Kucoba menyapa penumpang lain untuk bertanya. Sayang, semua berlangsung dengan bahasa tarzan. Kok bisa ya, negara ini bisa maju sementara yang bisa bahasa inggris sedikit. Selepas 4 stasiun, kereta mulai masuk ke bawah tanah. Ini sih bukan pengalaman pertama. Pernah juga nyobain dulu di negeri singa.
Entah di stasiun mana, seorang lelaki naik. Sedikit kumal di banding penumpang lain. Berdiri di depanku. Mungkin karena melihat aku membawa peta dengan muka bingung, ia bertanya aku dari mana. Alhamdulillah, ia bisa berbahasa Inggris. Awalnya, ia menyangka aku dari Philipina. Setelah kubilang dari Indonesia, ia mengangguk-angguk. Ia seperti ngeledek ketika menanyakan, apakah di Indonesia ada subway. Sudah begitu, ngomongnya keras dan bau alkohol pula. Tak berminat lagi aku bicara dengannya. Cuma kuingatkan, "kalau sampai stasiun city kasih tau yah!"
Stasiun Seoul City. Aku pun turun. Besar juga ternyata. Belasan pintu keluar dengan berapa lantai juga. Aku baru sadar. Kota ini adalah kawasan greater area kedua terbesar dunia. Nomor satunya
Keluar pintu, segera terlihat sebuah bangunan besar. Museum Perang Sipil Korea. DI depannya berkibar puluhan bendera. Selain bendera korea dan amerika, ada beberapa bendera negara eropa. Mungkin ini negara-negara yang membantu Korea Selatan dalam menghadapi saudaranya di utara sana. Beberapa patung terdapat di halaman. DI samping-sampingnya terdapat berapa pesawat tempur dan angkut militer. Juga terdapat banyak tank-tank militer.
Aku pun masuk ke dalam. Melihat diorama-diorama, foto-foto dan tulisan tentang perang korea. Tentu saja dari kacamata selatan. Di dalam banyak juga turis bule. Dari yang sudah uzur sampai yang masih balita. Mungkin veteran perang yang hendak bernostalgia, sekalian mengajarkan anak cucu tentang perang di semenanjung ini. Perhatianku kembali difokuskan ke sejarah perang ini. Lumayan banyak yang bisa didapat tentang perang sipil saudara ini. Perang yang secara resmi belum berakhir sampai hari ini.
kamsia hamida..
No comments:
Post a Comment