Saturday, October 27, 2007

Istanbul, Sebuah Timur di Barat...2

Bonaparte pernah berujar, jikalau dunia ini adalah sebuah negara tunggal, Istanbul adalah ibukotanya. Mungkin ucapan ini terlontar karena keindahan kota Istanbul, atau bisa jadi karena posisi geografis Istanbul yang memang cukup ideal sebagai sebuah ibukota di masa itu. Apalagi dikaitkan dengan adanya benteng alami bernama selat bosphorous dan golden horn, yang membuat perlindungan kota lebih gampang. Di masa, dimana peperangan memang lumrah terjadi kapan saja.



Bagiku, kedua alasan ini masuk akal. Istanbul memang indah dan strategis. Selama 5 hari di kota ini, aku menyempatkan diri mengenal keindahan fisik dan eksotisme budayanya.

Satu hal yang menggelitik selama berada disana adalah soal pemerintahannya. Baik di masa lalu, setengah lalu, setengah kini dan saat ini. Bagiku Istanbul (baca Turki) sungguh sangat unik dan membuat ingin tahu. Perbincanganku dengan kawan-kawan penduduk asli memperkaya pemahamanku jauh di luar informasi yang aku dapat selama ini tentang Turki. Kebanyakan yang kukenal disana, adalah pendukung sekularisme. Sedikit saja yang masih berbau puritan.



Aku selalu memancing dengan pertanyaan kenapa Partai Islam yang menang di tengah prinsip dasar sekluarisme negara anda. Aku berada disana ketika belum ada kepastian pelantikan Abullah Gul sebagai Presiden. Jawaban mereka sungguh beragam, sesuai dengann latar belakang pandangan mereka terhadap sekularisme. Sebagian besar menjawab, masyarakat memilih Erdogan (dan partainya) lebih karena bukti kinerjanya ketika memerintah Istanbul. Seorang kawan malah mengatakan, karena keberhasilan Erdogan membersihkan Golden Horn (teluk Istabul) ketika menjadi walikota. Sehingga sekarang ia jadi bisa memancing dari pinggir jembatan, tak seperti dulu airnya sangat hitam dan pekat.



Satu orang yang menjawab karena, masyarakat Turki rindu akan sebuah sistem pemerintahan Islam masa Ottoman. Satu orang inilah yang menemaniku di masjid biru, ketika aku bilang hendak mencoba Shalat Ashar di mesjid tersebut. Sementara yang kawan-kawan yang lain menunggu di sebuah cafe sambil meminum bir khas turki ”efes”. Sebuah minuman, yang aku juga suka.



Note: Ketika Transit dalam perjalanan pulang, terdengar berita kalau Abullah Gul telah dilantik sebagai Presiden Turki.

Tuesday, October 23, 2007

Baru Sebatas Barandai

Lupakanlah harapan untuk orang minang perantauan bisa bekerjasama dan melakukan sebuah kerja besar. Apalagi bermimpi untuk menjadi sebuah gerakan kesukuan besar seperti orang Israel dan China lakukan. Jangan pernah kawan-kawan.

Rasanya kita cocoknya memang sekadar berkumpul bersama, merencanakan dan melaksanakan pertunjukkan randai, saluang, domino barabab dan sebagainya. Lebih dari itu. Susah rasanya. Lihatlah contoh ka nan sudah dan tuah ka nan manang. Usulan mangumpuakan pitih seribu yang dilontarkan Soeharto di tahun 80an, tak pernah berkembang dengan baik. Cuma begitu-begitu aja. Tak sepenuhnya salah, ada orang yang beranggapan organisasi ini hanya jadi alat mempopulerkan pengurusnya, atau mempertahan posisi publik pengurusnya.

Menurut kawan saya, sesama minang kita tidak punya lagi yang namanya trust. Katanya lagi, bisa jadi karena orang yang selama ini diberikan kepercayaan, tak pernah sungguh menjalankannya. Pragmatis belaka. Katanya juga, tak heran sebuah organisasi pengumpul dana abadi sosial, performancenya tak lebih bagus dari sebuah panitia pembangunan mesjid. Padahal organisasi ini dipayungi oleh orang nomor satu di ranah dan rantau. Pelaksananya juga banyak bergelar profesor, dan sebagian besar pengurusnya adalah orang yang berkategori well educated.

Sekali lagi, ini menurut kawan saya. Dan, saya lagi menimbang-nimbang komentar kawan saya ini. Hmmm.... rasanya kawan saya ini ada benarnya.

Salam

Tuesday, October 9, 2007

Bengkulu

I.
dulu.
bengkulu adalah wilayah administrasi Inggris
singapura administrasi Belanda
lalu keduanya dipertukarkan
begitulah di zaman dulu
orang Eropa mengkapling-kapling dunia
seperti kita membelah-belah lepis legit


.......................
mari kita hening sejenak
berpikir dengan hati dan logika
apa yang terjadi seandainya pertukaran itu tak pernah ada...
apakah singapura akan tetap maju seperti sekarang
jikalau hanya menjadi sebuah kota kabupaten di bawah propinsi kepulauan riau
kalau bernasib baik menjadi sebuah propinsi
apakah bengkulu semaju singapura sekarang
menjadi sebuah negara merdeka dan modern
bersih, teratur dan kaya pula


II.
dari sebuah notulen rapat BPUPKI
sekelompok orang pernah mewacanakan
semenanjung melayu dan british borneo
menjadi wilayah negara baru janjian jepang ini kelak
kelompok lain menjawab tak perlu
cukup wilayah administrasi hindia belanda saja
lalu katanya pula, ada permintaan dari saudara-saudara kita
di Sabah dan tanah Malaka
kalau memang tidak bisa menjadi wilayah negara godokan BPUPKI ini
tolong dikirimkan saja pemimpin-pemimpin dari Batavia di tanah Jawa
sampai orang melayu bisa memimpin pula
bayangkan kalau ini sampai terjadi..



III
Hittler adalah penjahatnya
memulai perang dunia II
dan kalah pula
semua menjadi berubah karenanya
negara-negara baru muncul hanya berdasar wilayah jajahan siapa
bukan karena "nation" usalinya
akibatnya terlahir negara bernama Indonesia


IV.
mari berandai perang dunia II tak pernah ada
......................................
di tahun 20-an
administrasi hindia belanda sudah benar rasanya
dari sekian ribu tentara KNIL, isinya sudah inlander hampir semuanya
pribumi sekolah semakin banyak jumlahnya
contoh lagi
bengkel kereta api untuk sumatera dibangun di Lahat
padahal jalurnya baru ada sampai linggau saja
baru ada lagi di Logas
belanda punya rencana
sumatera akan dihubungkan rel kereta api semuanya
lahat konon berada di tengah-tengah
saya bukan hendak beromantika
kalau Mega lebih bagus daripada SBY
Gusdur lebih hebat daripada Mega
Habibie jagoan dibanding Gus Dur
Soeharto lebih top daripada Habibie
Soekarno lebih bagus dibanding semuanya
Jepang, Belanda dan seterusnya

bukan..
sekali lagi bukan
saya hanya bermaksud membangunkan kita semua
tertutama diri saya sendiri

Yeltsin

Dunia Dalam Berita

1989.
Gorbachev, Ivan Lendl, van Basten, Tepi Barat Jalur Gaza, Najibullah Mujahiddin, tembok berlin diruntuhkan.

1990.
Gorbachev Yeltsin, Ivan Lendl, van Basten, Tepi Barat Jalur Gaza, Najibullah Mujahiddin.

2007.
Yeltsin meninggal



::::::::::::::::::::

Samar kumengerti waktu itu. Baru kelas VI SD. Uni Soviet bisa bubar. Tak banyak lagi berita laporan kegiatan Gorbachev. Yang sering terlihat hanyalah Yeltsin. Badan besar dan muka kaku. Beda dengan Gorbachev (kemudian aku tahu dia popular dipanggil Gorby) yang mukanya simpatik dengan bahasa tubuh menyenangkan.


:::::::::::::::::::
Yeltsin adalah orangnya. Sadar akan kemajemukan dan persatuan semu Uni Soviet. Padahal dia berasal dari anggota federasi terbesar. Yang biasanya adalah kelompok yang paling inginkan mempertahankan status quo.

Yeltsin tidak begitu. Ia sadar semua ini hanyalah semu. Satu saat semuanya pasti akan ambruk. Lebih baik, keambrukan ini direncanakan. Diatur sedemikian rupa, biar ia berjalan baik dan tak banyak membawa korban. Baik itu nyawa ataupun harta benda.

Selamat jalan Yeltsin...
berharap ada Yeltsin baru
DISINI!!

Monday, October 8, 2007

Nation State

Jangan ragukan rasa kebangsaan Indonesia saya sampai umur 22 tahun. Ketika mendengar ada propinsi yang hendak merdeka, hati saya sangatlah dongkol bukan kepalang. Bahkan ketika orang tua saya dicabut hak-haknya berkarir sebagai pegawai negeri sipil gara-gara isu tidak bersih lingkungan, rasa kebangsaan saya pun masih tinggi. Paman jauh saya, sejak tahun 70 sudah mengganti kewarganegaraan mereka sekeluarga. Ketika mereka pulang mudik di tahun 1993, hati saya masih marah betapa mereka dengan mudah mengganti kewarganegaraan.


Lalu bagaimana sekarang?

Biasa saja.

Saya malah menyayangkan kenapa kita semua pernah berada dalam administrasi hindia belanda.
Sangat saya sayangkan!! Timor Timur adalah sebangsa dengan NTT (Kupang dan Pulau Timornya). Cuma, ketika di eropa lagi musim mengkapling-kapling dunia asia dan afrika, mereka berbeda pengkapling. Dan akhirnya, mereka terpisah secara negara. Walaupun Soeharto pernah berusaha nekat mempersatukan si Timor Timur.


Ini mungkin cerita basi dan telah diulang berulang-ulang kali. Bahwa Sumatera lebih dekat ke Malaysia daripada tanah Jawa ini. Cuma, ketika di eropa lagi musim mengkapling-kapling dunia asia dan afrika, mereka berbeda pengkapling. Dan akhirnya, mereka terpisah secara negara.


Sampai saat ini, nation kita masih berada di tataran suku bangsa. Nation state building sudah berada di fase leg, tanpa melewati sebuah fase log yang ciamik. Artinya ia stagnan saja, tak berubah dari era 1908. Baru sebatas nation state sebagai bangsa dibawah administrasi hindia Belanda.


Benedict Anderson boleh saja berkoar-koar tantang gejala akan terbentuk komunitas khayal sebagai trend terbaru berkebangsaan dunia. Tapi faktanya? Di Indonesia belum duduk sampai sekarang permasalahan ini. Ketika menanyakan asal muasal seseorang, bertanya sesama Indonesia masih belum sama dengan orang amerika sesama mereka menanyakan hal yang sama. Enam puluh tahun sudah kita lewati masa trial end error ini. Dan apa yang kita dapat??


India, Pakistan dan Bangladesh, sebagai daerah yang pernah bermaharaja satu di London sana, tak lagi berada satu negara. Seorang Gandhi bahkan dari awal sudah menyadari, terlalu mahal biayanya jika dipaksakan terus bersatu.

Kapan giliran kita??

Thursday, October 4, 2007

Bung, aku kecewa!

kecewaku padamu

meyakinkan Yamin saja kau tak mampu

tentang tak perlunya Papua dalam Indonesia

tentang statebond dan federalismenya bentuk negara




kecewaku padamu

tentang kegagalanmu

menjelaskan pada pendiri negara ini

tentang ketakutanmu pada sebuah nasionalisme chauvinistik

dan berhala persatuan




kembali ku kecewa padamu

tentang ketidakbisaanmu menahan laju

luapan semangat persatuan simbolik

tentang semangat kejayaan masa lalu nan semu




kecewaku padamu

FYI, saat terlalu banyak gegap gempita

teriakan asbun en ka er i

dari orang yang kami namakan tokoh