Dari kecil Amir begitu mengagumi Thomas Alfa Edison. Itu bermula ketika Guru SD Amir bercerita tentang penemu listrik. Walaupun ketika tiba di rumah, Ayah dan Ibunya merevisi, bahwa Edison sebenarnya adalah penemu bola pijar. Apa pun itu, Amir tetap menganggap Edison adalah orang hebat. Bahkan ketika di kelasnya ada anak baru, pindahan dari Jambi bernama Edison, Amir sempat iri bin bingik. Kenapa ia dulu tidak diberikan nama Edison oleh ayah ibunya.
Menurut Amir kecil, kalau tidak ada Edison ia tidak akan bisa menonton TV seperti sekarang ini. Menyaksikan Film Si Unyil, Dari Gelanggang ke Gelanggang terutama bagian relly mobilnya, atau menyaksikan film Flash Gordon. Ketika listrik padam di rumahnya, kekagumannya pada Edison makin tak terbatas. Benar-benar gelap dunia ini tanpa Ediosn, begitu kira-kira. Di perpustakaan SDnya, Amir menemukan sebuah buku bergambar yang bercerita tentang Edison. Di buku itu tertulis, kalau Edison memiliki puluhan paten atas namanya. Ketika di luar, orang berbicara tentang kepatenan. Amir dengan lantang akan berkata, dia tidak berhak disebut "paten". Di dunia ini yang berhak disebut paten hanyalah
Di kelas IV SD, Amir menangis sedih ketika Guru Agama menceritakan semua orang yang bukan islam akan masuk Neraka. Berarti Thomas Edison dan Om Sinaga tukang kredit Ibunya akan masuk Neraka. Edison adalah orang hebat. Om Sinaga adalah orang baik. Suka memberikan kipang kacang padanya. Membantu ibu-ibu membelikan Panci, Seprai, Lapiak lipek dan sebagainya. Termasuk memberikan Imsakiyah menjelang bulan puasa, yang dihisab oleh Bapak Arius Saikhi. Amir tidak terima kalau Edison dan Om Sinaga masuk neraka.
SMP dan SMA, Amir sudah mulai melupakan Edison. Ia lebih tertarik dengan wanita. Juga lagu Metallica. Sebenarnya dangdut juga. Cuma Amir sedikit gengsi. Soalnya di majalah HAI yang ia baca, Metallica dan kawan-kawanlah yang dianggap gaul di Jakarta. Nike Ardilla dan Deddy Dorres aja dianggap kampungan, apalagi Kalau Dangdutnya Anis Marsela. Begitu juga lagu Malaysia.
Dan, Amir pun kuliah di tanah Jawa. Sekamar dengan Bang Rajab asal Sidempuan. Dari si Abang, Amir banyak belajar tentang dunia, di luar kuliah dan teman wanita. Amir dan Rajab sering berbincang tentang apa saja. Akhirnya sampai juga pembicaraan tentang Thomas Edison. Ketika bicara tentang Edison, abang biasa saja menanggapi. "Tak adalah itu, kalaupun si Edison tidak ada lampu pijar pasti ditemukan orang juga nya", begitu kata abang. Paling juga tertunda 5 tahun saja. Tapi Amir memang Minang sajati: Iyo kan nan di urang laluan nan di awak. Baginya Thomas Edison tetap orang hebat.
Amir pun mulai terlibat dalam pergulatan pemikiran dengan Bang Rajab. Banyak hal mereka sulit untuk sepakat. Dari sedikit yang mereka sepakati hanyalah soal ketidakadilan konsep penghuni sorga dan neraka versi mutakhir kawan-kawan lain. Bagi Rajab dan Amir, kebajikan seseorang kepada manusia dan peradaban adalah sorga itu sendiri. Bukan yang lain. Lalu Rajab dan Amir mulai berdoa, "Ya Allah. Ya Tuhan kalau memang sorga akan kau berikan kepada manusia ini. Berikan juga untuk Thomas Edison, Abu Thalib dan Isaac Newton. Betapa mereka telah banyak berbuat kebaikan untuk dunia ini. Layaklah sorga-Mu itu sebagai apresiasi bagi mereka. Kalaupun mereka tidak pernah menjadi muslim, Bukankah mereka juga mengakui Tuhannya Ibrahim sebagai Tuhan mereka pula... Amin".
Amir dan Rajab segera menyalakan Sampoerna Mild. Mengambil gitar, menyanyikan lagu Isabella yang lagu Malaysia. Diteruskan dengan Manuk Dadali yang lagu Sunda. Kemudian bercerita tentang pacar-pacar mereka. Mereka, udah loe apain aja....?