Friday, May 23, 2008

Menjadi Biasa......

Merenung diri menemukan cara pandang baru terhadap Indonesia adalah hal yang ingin sering saya lakukan saat ini. Objektif perenungan ini adalah sebuah hal yang sederhana. Yakni menemukan cara memandang Indonesia secara netral. Sudah terlalu sering saya merasakan naik turunnya suasana bathin ketika nama Indonesia disebut. Kadang saya begitu mencintainya, membencinya, terkadang meringis atau malah sangat skeptis. Kali ini berharap untuk netral-netral saja. Seperti halnya ketika saya membaca headline berita olah raga yang membahas liga Jerman. Tak ada perubahan perasaan saya membaca hasil-hasil pertandingan. Terserah siapa yang menang dan kalah. Klub mana yang juara atau terdegradasi ke liga dibawahnya.

Berharap tak lama dari saat ini, saya menjadi biasa saja mendengar Malaysia mematenkan motif batik dayak dan pekalongan. Kalaupun saya meringis tentang TKI yang diperkosa majikannya, kadar ringisan saya sama dengan berita tenaga kerja Zimbabwe yang mengalami penderitaan sama. Sebuah simpati sebagai sesama anak manusia. Bukan ringisan yang terlontar karena ketidakrelaan terhadap perlakuan yang diterima seorang anak bangsa. Maunya ketika Olimpiade tiba, terhadap perolehan medali Indonesia sama dengan komentar saya terhadap perolehan medali Fiji atau Pasifik Samoa. Tak ada lagi rasa gemas dan nelangsa, ketika melihat Tim Bulutangkis kita gagal meraih Piala Thomas. Tak lagi mencak-mencak ketika Bambang Pamungkas gagal menyarangkan bola ke gawang lawan. Juga diam saja ketika melihat Markus Horizon berkali-kali memungut bola dari gawangnya. Sebuah diam tanpa emosi tentunya.

Sungguh. Inginnya ketika berada di Orchard Road melihat para pelancong Indonesia menenteng tas belanja di kiri dan di kanannya, saya menjadi biasa. Tanpa ada umpatan dalam hati, mereka telah mengeringkan ekonomi dalam negeri demi memajukan negeri red dot-nya Habibie. Kembali saya berharap, saya tak lagi ngedumel melihat pungli RT, Lurah, Camat dan seterusnya. Tak peduli lagi pada realita pegawai golongan IVB -bergaji pokok dan tunjangan resmi sekitar tiga setengah juta- bisa membelikan ketiga anaknya Honda Jazz. Atau tetangga saya yang seorang jaksa, yang mampu punya 3 mobil dengan kapasitas mesin diatas 3000 cc semuanya.

Saudara-saudara. Mohon doakan saya bisa menjadi biasa saja dengan itu semua.

No comments: