Wednesday, May 7, 2008

Manjadi Gubernur

Gara-gara mencalonkan kawan saya Benni menjadi Gubernur Sumatera Barat, saya menjadi mimpi tadi malam. Mimpinya benni menolak menjadi calon gubernur dan sepenuhnya mendukung saya maju. Dan tiba-tiba saya sudah menjadi gubernur saha, siapa lawan saya dalam pemilihan dan berapa persentase kemenangan saya tidak terpapar jelas dalam mimpi itu. Proses pelantikannya juga tidak ada.

Satu point yang saya catat mengikuti cerita Goethe, bahwa ternyata jauh di alam bawah sadar saya menginginkan menjadi pejabat publik atau pemimpin komunitas. Padahal prestasi besar saya dalam mengurus orang hanyalah menjadi ketua kelas waktu SMA dan ketua seksi transportasi panitia outing kantor. Kalau mengikuti ramalan seorang saudara jauh, ini adalah sebuah tanda bahwa saya memang akan ditakdirkan menjadi seorang kapalo rombongan. Ia dulu pernah menyatakan saya nanti akan menjadi serikat buruh atau pengurus YLKI. Alhamdulillah sampai sekarang, belum kesampaian ramalan saudara jauh saya ini. Sampai saat ini, saya masih menjadi kacung kampret. Walaupun di kantor dibilangin kacung kampret yang tengil. Karena dari satu rombongan, hanya saya yang bisa membawa barang duty free negara lain ke dalam pesawat tujuan Jakarta ketika transit di Changi. Sementara dalam rombongan sayalah kacung paling terkacung. Saya bisa karena saya masuk boarding room paling terakhir, ketika berantem soal barang duty free saya langsung menanyakan siapa yang in charge untuk urusan ini.

Kembali ke soal mimpi tadi. Saya tiba-tiba terbangun dan mendapatkan semuanya hanya mimpi. Mandi berberes dan saya langsung berangkat kantor. Selama perjalanan ke kantor, di tengah kemacetan saya melamun dan bermenung tentang menjadi gubernur. Dalam lamunan ini saya mulai berandai-andai soal program saya menjadi gubernur. Pertama kali yang saya lakukan setelah dilantik mendagri adalah berjanji pada diri sendiri dan kepada Tuhan tentunya untuk menjadi muslim yang benar. Terutama shalat saya. Saya berjanji akan mendirikan shalat sesuai perintahnya sebanyak lima kali sehari dan selalu di awal waktu. Bersamaan dengan itu, saya akan melakukan review perda syariah terutama yang berkaitan dengan jilbab. Saya akan mengusahakan perda jilbab tidak ada lagi. MTQ akan saya review siklus penyelenggaraannya menjadi siklus lima tahunan saja. Urusan spiritual dan keagamaan akan dikembalikan kepada masing-masing pribadi.

Setelah itu saya akan mengumpulkan teman-teman kecil saya dulu. Mulai dari Tanjung Balik, Singkarak, Paninggahan, Sawahlunto. Akan saya katakan kepada mereka, bahwa saat ini teman anda menjadi gubernur. Tolong beri saya masukan tentang apa permasalahan kalian saat ini dan menurut kalian apa jalan keluarnya. Masukan mereka akan saya jadikan brief dasar program kerja kegubernuran.

Selepas itu pemasok brief akan saya minta kepada para ibu-ibu yang sedang bekerja di sawah. Caranya tidak akan pernah lewat kelompok tani binaan pemda. Langsung saya berhentikan mobil di tempat ibu-ibu yang sedang menanam padi, tanpa memakai atribut gubernur saya mencoba mencari tahu keluhan dan harapan mereka. Caranya tentu tidak "ujug-ujug" bertanya seperti itu. Saya akan berpura-pura menjadi orang yang akan membeli tanah di daerah itu, untuk mendirikan penggilingan padi.

Pemasok brief berikutnya adalah dari para dosen perguruan tinggi di Padang. Dosen yang saya tanyakan adalah dosen yang masih menggunakan kijang tahun 84 atau sepeda motor bebek untuk berulang ke kampus. Bukan dosen yang manjadi ketua jurusan, pimpinan fakultas/universitas juga bukan dosen yang sudah menggunakan mobil ke kampus. Caranya? Gampang, saya tanyakan kepada adik dan sepupu saya, siapa dosennya yang paling kere dan miskin. Saya temui. Pendapat mereka akan saya rekap untuk saya jadikan brief.

Bagaimana dengan perantau? Sudah tentu saya jadikan sumber masukan. Tapi mohon maaf, bukan perantau yang bergabung dengan Gebu Minang, FSSM atau ikatan keluarga level kabupaten. Yang akan saya dengarkan dan kumpulkan pendapatnya adalah perantau yang baru turun di terminal rawamangun, pengusaha sogo jongkok, rumah makan padang 4 meja dan para penjual DVD. Lalu saya coba menghubungi para dosen asal minang, yang kalau pulang kampung hanya bertemu sanak saudara belaka. Saya bertanya, lalu mereka menjawab, dan saya kumpulkan menjadi semacam brief resmi.

Terakhir dan memang kurang begitu penting. Temuan Bappeda, Anggota DPRD dan institusi resmi lainnya. Ini hanya sekadar syarat saja. Mereka saya iyakan, tapi yang lalu yang saya punya.

1 comment:

abie... said...

Lai ado potensial ko UBGB jadi gubernur... baa ndak ado tanyo ka anak sakolah? baraa pitih nan abih dek guru2 nyo...