Thursday, February 7, 2008

Manampiak dan Manukiak

Bagi yang sering bermain layangan di kala kecil, kedua kata ini bukanlah istilah asing. Kata yang menjadi judul postingan ini adalah istilah umum orang minang dalam permainan layangan. Keduanya memiliki hasil akhir sama, yakni layangan gagal terbang setelah untuk beberapa saat pernah mengangkasa di udara. Walaupun begitu, proses untuak kedua kata ini sangat bertolak belakang dalam memanfaatkan angin dan melakukan proses tarik ulur.

Manampiak adalah posisi layangan kehilangan daya angkat, akibat terlalu banyak mengulur. Biasanya terjadi ketika pemain layangan over confidence dengan arah angin dan laju perubahan ketinggian yang cukup berpihak. Ketika ini terjadi, layangan menjauh. Benang terus terulur, tapi ia menjadi lebih rendah. Dan pada akhirnya menyentuh tanah.

Manukiak adalah proses sebaliknya. Terlalu semangat menarik. Arah dan kecepatan angin kurang dipertimbangkan. Terlalu percaya diri dengan perubahan ketinggian vertikal yang terjadi. Mungkin dalam hati, berharap segara tagak tali. Sayang yang terjadi, layangan bergerak dengan kecepatan tinggi. Namun bukan ke atas, ia kembali bergerak ke bawah. Mencium tanah nun jauh di ujung kampung.

Manukiak dan manampiak adalah sebuah kegagalan. Walaupun begitu, banyak pelajaran yang bisa kita ambil dari keduanya. Pelajaran tentang kekurangcermatan membaca arah angin, kurang terlatih menarik-ulur. Yang satu terlalu asyik menarik. Satu lagi terlalu asik mengulur. Sayang layangan tak jadi menjulang tinggi di angkasa, ia kembali menyium tanah. Benang tak tergulung dan layangan tak pasti akan kembali ke tangan si empunya. Mungkin ia sudah beralih ke tangan pengejar layangan putus.

Proses berhukum formal mengacu ABS SBK di tanah minang, adalah sebuah cerminan proses menaikkan layangan. Rasanya dari masa 18-an kita sudah membicarakan ini. Masing-masing kubu sudah mencoba bertarik ulur dan membaca angin. Situasinya mungkin terlalu banyak menarik, sehingga ia manukiak. Atau terlalu asyik mengulur, dan ia pun menampik. Yang namanya layangan tak pernah juga naik ke atas. Mengangkasa dan menyapa kita-kita yang ada di bawah.

Di masa kekinian, kembali ada yang bermain layangan ini. Sayang sungguh sayang, baru sebatas "maanjuang". Mungkin ia tak akan pernah sampai pada sebuah proses tarik ulur. Baru maanjuang saja, benang sudah kusut. Atau angin berubah arah pula. Teman yang diharapkan membantu membawa layangan ke ujung padang, berganyi pula. Ia pun sepertinya hendak menaikkan layangannya sendiri.


* Di beberapa tempat di minangkabau, manampiak sering juga dilafalkan manapiak, atau malapiak.

No comments: